Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kewibawaan: Salah Satu Bagian yang Hilang dalam Pendidikan Anak di Masa Pandemi

Dalam dua tahun terakhir, hampir semua penduduk di seantero planet Bumi menghadapi wabah COVID-19. Sebaik apa pun pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan, tetap saja butuh waktu yang tidak sebentar khususnya bagi bangsa Indonesia untuk beradaptasi dengan optimal. Bisa dikatakan semua aspek kehidupan sosial terpengaruh oleh pandemi, tak terkecuali pendidikan.


Melansir dari CNN Indonesia, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mendorong pemerintah daerah untuk segera membuka pembelajaran tatap muka (PTT) di sekolah. Beliau khawatir terjadi learning loss pada peserta didik. Learning loss adalah fenomena ketika sebuah generasi kehilangan kesempatan menambah ilmu karena penundaan proses belajar mengajar. Tentu PTT harus dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan dan kondisi masing-masing daerah.


Keputusan ini dinilai sudah cukup tepat oleh beberapa pemerhati pendidikan, lebih-lebih PTT bagi siswa sekolah dasar dan menengah. Mereka merupakan peserta didik yang masih membutuhkan bimbingan dan pantauan langsung dari guru atau pendidik terkait perkembangan belajar masing-masing. Sudah kita lihat bersama, bagaimana hiruk pikuk pembelajaran daring bagi siswa SD dan sekolah menengah. Orang tua atau pengasuh dituntut untuk terlibat dalam kegiatan belajar anaknya. Banyak dampak positif, namun jelas ada kekurangan. Guru menjadi kurang bisa mengawasi semua aktivitas belajar siswa secara langsung, khususnya pembelajaran pragmatis. Banyak pekerjaan rumah yang diselesaikan oleh orang tua peserta didik. Selain itu, beberapa oknum guru hanya memberikan tugas yang banyak tanpa mempertimbangkan kemampuan siswa dan kondisi di rumah masing-masing. Tak heran rasanya, jika pembelajaran daring memunculkan banyak masalah. Salah satunya yaitu tidak adanya kewibawaan pendidik.


Memangnya apa itu kewibawaan? Apakah itu memang perlu? Dalam konteks pendidikan, kewibawaan bisa diartikan sebagai kekuatan pribadi pendidik yang diakui dan diterima secara sadar dan tulus oleh anak didik sehingga dengan kebebasannya anak didik mau menuruti pengaruh positif dari pendidiknya. Melihat pengertian ini, tentu semua orang bisa menjadi pendidik yang baik dengan beberapa usaha. Implikasinya dalam pembelajaran daring, yaitu tidak semua orang tua atau pengasuh memiliki kewibawaan yang membuat anak didik merasa nyaman dibimbing oleh mereka. Situasi setiap keluarga beraneka ragam dan sangat kompleks. Jika guru atau pendidik kurang jeli dalam mengamati aspek ini, maka kemungkinan terjadinya learning loss akan semakin meningkat. Mungkin Anda pernah mendengar kasus peserta didik yang mengundurkan diri dari sekolah saat pandemi. Atau malah mengalami sendiri betapa sulitnya membagi waktu untuk bekerja dan mengajari anak di rumah dengan baik dan benar. Kabar baiknya, pengasuh atau orang tua serta guru bisa meningkatkan kewibawaan mereka di mata anak didik. 


Setidaknya ada 5 faktor penentu kewibawaan pendidik. Pertama, kasih sayang terhadap anak didik. Jika hal ini dikesampingkan, maka pendidikan anak akan menjadi kurang optimal. Maksudnya, pendidik harus rela berkorban untuk kepentingan anak didiknya. Misalnya, mengajari anak yang kesulitan memahami konsep tertentu dengan sabar dan tidak disertai bentakan. Kedua, kepercayaan kepada anak didik. Maksudnya sangat jelas, anak tidak akan bersemangat dalam menghadapi tantangan belajar jika pendidiknya tidak yakin pada kemampuan anak didiknya. Sebisa mungkin dorong anak untuk tetap antusias meskipun belum bisa bertemu kawan-kawan di sekolah. Faktor ketiga adalah kedewasaan pendidik. Anak cenderung melakukan imitasi. Maka, sudah menjadi keharusan bagi pendidik untuk menjadi teladan bagi anak didiknya. Empat, identifikasi pendidik terhadap anak didik. Bahasa awamnya, pengertian. Pendidik yang mengenali hakikat dan karakter anak didiknya akan lebih sabar dan menemukan cara yang manjur untuk membantu anak didiknya. Faktor terakhir adalah tanggung jawab pendidikan. Sebagai orang dewasa, pendidik mengemban tanggung jawab pendidikan untuk anak didiknya karena anak itu belum mandiri, masih kurang pengetahuannya, dan belum siap menyongsong masa depan.


Pendidikan diarahkan untuk mencapai kedewasaan, agar anak mampu mandiri atas dasar tanggung jawabnya sendiri. Jika pendidik kurang berwibawa di mata anak didik, sangat mungkin anak tersebut mengalami learning loss. Maka dari itu, mari kita bersama-sama belajar untuk menjadi pendidik yang berwibawa, bagaimanapun kondisinya. 


Sumber Referensi: Pengantar Filsafat Pendidikan, CNN Indonesia

Penulis: Dais Muhamad Riski


Posting Komentar untuk "Kewibawaan: Salah Satu Bagian yang Hilang dalam Pendidikan Anak di Masa Pandemi"